Bodas Novel Bagian 13 : Semua Kenangan Tentang Rumah

Bodas Novel Bagian 13 : Semua Kenangan Tentang Rumah

Pohon di halaman rumah Kakek banyak memberikan keberkahan, seperti pohon jambu air
yang buahnya berwarna merah terang, dan rasanya sangat manis, buahnya kujual dan hasil penjualan untuk membeli majalah Bobo atau menyewa buku bacaan.

Di samping pohon jambu air, berderet tiga buah pohon salak, yang daunnya banyak duri seperti jarum-jarum besar. Kenapa pohon salak ini banyak durinya ya? Merasa terancam dari bahaya apa?

Deretan pohon setelah salak yakni pohon pinang kuning yang tinggi. Daun pohon pinang berwarna hijau seperti daun pohon kelapa, tetapi lebih kecil bentuknya, tulang daun ini berwarna merah, jadi pohon ini memiliki banyak warna seperti pelangi saja. Abu-abu untuk batang yang sudah tua, kuning untuk batang yang masih muda, dan hijau merah pada daunnya.

Pohon pinang seingatku, tidak terlalu dimanfaatkan keluarga, buahnyapun tak bisa dimakan. Mungkin hanya untuk hiasan saja, soalnya bentuk pohon pinang agak-agak mirip dengan pohon palem putri milik tetangga.

Pohon jambu klutuk, atau biasa disebut jambu biji buahnya sebesar kepalan tangan orang
dewasa. Pucuk daun jambu biji, biasa direbus Nenek ketika ada salah satu anggota keluarga yang diare.

Aku termasuk orang yang paling sering dibuatkan oleh Nenek ketimbang anggota keluarga
lainnya, rasa rebusan daun jambu itu pahit memang, tapi sangat manjur menghentikan mencret. 

Buah dan daun muda tiga pohon melinjo, biasa dimasak menjadi sayur asem yang segar kesukaan Kakek dan Om Akmal. Melihat Nenek mengolah daun-daun menjadi jamu, dan makanan. Oleh karena itu aku mulai melakukan eksperimen dengan mencicipi semua daun-daun lainnya, seperti daun mangga muda, kemudian daun kedondong, dan daun jambu.

Hampir semua daun yang ada di halaman telah aku cicipi. Hanya daun pohon salak saja yang tidak aku makan, terlalu banyak durinya, bisa rusak bibir dan lidahku apabila mengunyahnya. Mungkin ini alasan pohon salak menginginkan daunnya berduri, supaya tidak dimakan oleh anak kecil yang penasaran sepertiku.

Bereksperimen memakan daun-daun tersebut mentah-mentah, membuat aku makin sering dibuatkan Nenek rebusan daun jambu biji klutuk, dan aku tidak kapok sama sekali karena berikutnya aku ingin mencicipi batang–batang pohonnya.

⧫⧫⧫

 

Baca Juga:  Bodas Novel Bagian 9 : Keajaiban Itu Selalu Ada
Aku menyukai dahan pohon yang besar–besar, sehingga menjadi tempat bersandar yang nyaman untuk membaca buku di atas pohon, atau sekadar istirahat siang. Hal ini kulakukan sambil menunggu teman-temanku datang menjemput bermain, atau mereka bergabung denganku memanjat pohon.

Terkadang aku berbaring di dahan besar pohon hanya untuk memperhatikan semut–semut
lewat, atau memperhatikan bias cahaya matahari yang menyilaukan, tetapi tampak indah. Seperti kepingan–kepingan kaca, yang sangat tipis tetapi berwarna-warni, dan bermunculan di antara dedaunan pohon mangga.

Pohon pertama sebagai tempat aku latihan memanjat, dan arena ketangkasanku melompat-lompat di dahan pohon, adalah pohon kedondong. Pohon kedondong kaya akan vitamin C. Buahnya biasa kujadikan bahan rujak, atau manisan. Tetapi bertambahnya waktu pohon ini pun mulai menua. Dahannya yang kokoh sekarang sudah patah, akibat sepupuku yang meloncat-loncat di dahannya seperti sedang main trampolin saja.

Ketika pohon kedondong sudah tidak pernah berbuah lagi. Kakek memutuskan untuk menebangnya lalu membakarnya. Hujan memadamkan pembakaran tersebut, dan Kakek tidak bisa membakarnya dalam waktu cepat. Setelah dua minggu hujan Kakek hendak membakarnya lagi tetapi tidak jadi.

“Coba lihat sini.” Kakek memanggilku yang sedang membantunya menyapu daun berguguran di halaman, tangannya menunjuk pada batang kayu kendondong, yang sebagian sudah hangus terbakar beberapa minggu lalu.

“Apa itu, Kek?” tanyaku karena batang kayu tersebut, banyak bermunculan benjolan berbintik–bintik kecil berwarna putih.

“Orang Aceh bilang ini kulat jumpung, kalau bahasa Indonesianya jamur merang, hanya tumbuh di daerah yang memang lembab,” papar Kakek padaku yang mulai menyentil–nyetil pelan pada benjolan putih–putih itu.

“Boleh kumakan.”

“Jamurnya masih kecil, tidak bisa dimakan mentah, tunggu aja seminggu lagi mungkin sudah mulai membesar, nanti kita panen sebagian bisa ditumis bersama sayur kangkung, rasanya pasti enak,” ucap Kakek sembari mulai menyapu halaman lagi bersamaku.

⧫⧫⧫

 

One thought on “Bodas Novel Bagian 13 : Semua Kenangan Tentang Rumah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *