Bodas Novel Bagian 10 : Cinta Dan Mimpi

Bodas Novel Bagian 10 : Cinta Dan Mimpi

Bodas Novel Bagian 10 : Cinta Dan Mimpi

 
Tertawa, Menangis, Jujurlah Pada Dirimu Sendiri.
(Soundtrack FairyTail)
 
Bodas Novel Bagian 10 : Cinta Dan Mimpi
Bodas Novel Bagian 10 : Cinta Dan Mimpi
 
 
     Pertemanan Aku dan Linca pertama kali saat berkenalan di RS Sudarso. Kata Kakek aku pernah tenggelam di bak mandi. Untungnya cepat ditemukan Nenek sehingga dapat tertolong. Tetapi aku tidak ingat apapun, bagaimana ceritanya aku bisa tenggelam di bak mandi. 
 
    Bahkan sebagian besar ingatanku hilang begitu saja. Kata dokter pada keluargaku, aku terkena amnesia pasca trauma10.
 
      “Kamu mau mendengar musik?” tanya anak yang sekamar denganku. Ia menyodorkan sebelah headsetnya. Kulihat walkman merek Sony yang ia pegang sepertinya barang mahal.
 
   “Boleh,” jawabku. Ia lalu turun dari ranjangnya, kemudian naik ke ranjangku, untuk memudahkan kami mendengarkan lagu dari headset yang sama. Tentu saja ranjangku menjadi sempit karena tubuhnya yang besar.
 
  Aku terkesima mendengar lantunan musik klasik, yang belum pernah kudengar sama sekali. Lantunan tersebut begitu indah dan menyenangkan, gesekan biola seperti menari, dan menyihir para pendengarnya.
 
     “Ini lagu apa?”
 
  “Ini bukan lagu, ini namanya simfoni, The Best Of Mozart. Dari album Musical Wolfgang Amadeus Mozart.”
 
     “Beli di mana kasetnya?”
 
    “Enggak ada jual, aku rekam sendiri pakai tape recorder, dari koleksian piringan hitam Ayah, biar bisa kudengerin pakai walkman.”
      “Oh…begitu,” anak ini pasti anak orang kaya pikirku.
 
      “Ngomong-ngomong namamu siapa?”
 
      “Linca.”
 
      “Aku Bodas. Salam kenal. Aku habis kelelep.Kamu sakit apa?”
 
       “Tipes dan asmaku kambuh.”
 
      “Kamu tinggal di mana?”
 
       “Kita tetanggaan, rumahku depan rumahmu.”
 
       “Oooo…kamu anak…anaknya…duh kok aku lupa ya, nama Tante depan rumah.”
 
       “Syarifah Banun Alaydrus. Nama mamaku.”
 
       “Iya Tante Banun.”
 
       “Kamu jarang keluar rumah ya?”
 
       “Soalnya sering sakit, lagipula banyak yang tidak mau bermain denganku.”
 
        “Bagaimana mau bermain, kalau kenal aja enggak, keluar rumah aja enggak, ikut TPA juga enggak kan?”
 
        “Badanku gendut.”
 
        “Terus kenapa?”
 
         Linca tersenyum mendengar pertanyaanku.
 
      “Kalau kita sudah keluar dari rumah sakit, nonton di rumahku yuk, aku banyak koleksian film, ajak teman-temanmu yang lain juga boleh.”
 
        “Oke! Beneran ya?! Ayo kita cepat sembuh!.”
 
        Kami tertawa bersama lalu melanjutkan mendengar musik Mozart.
 
⧫⧫⧫
 
    Linca Naomi Alaydrus. biasa dipanggil Linca, merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Sifat Linca memang pemalu sejak lahir, ia termasuk anak yang mengidap avoidant11 akibat kelebihan berat badan, yang mengalahkan Jaico adiknya Giant, di film kartun Doraemon.
 
Semua keluarga Linca pada umumnya memang kelebihan berat badan, hanya saja hal itu menjadi penghalang baginya, untuk bergaul dengan orang lain karena sering di bully. Selain
kami, Linca tidak memiliki banyak teman.
 
    Semenjak dari rumah sakit, Linca memohon berhari-hari ke Tante Banun, agar bisa pindah sekolah ke SD Khatulistiwa. Alasannya karena aku bersekolah di sana, ia bilang di sekolah sebelumnya ia tidak memiliki teman sama sekali.
 
    Linca bahkan berjanji kepada Tante Banun akan lebih giat belajar, dan rajin masuk sekolah apabila pindah ke SD Khatulistiwa. Dari hal itulah Tante Banun mengetahui anaknya sering dikerjai, hingga malas sekolah, dan pulang sering sakit karena tekanan batin.
 
       Kepindahan Linca ke SD Khatulistiwa, membuat dirinya lebih ceria, tidak ada lagi anak yang berani menggangunya, karena akan berhadapan dengan aku, Yoyok dan Sigit. Linca bahkan juga ikut mengaji di masjid bersama kami. Tiap hari ia berangkat dan pulang sekolah bersamaku.
 
   Linca termasuk anak orang kaya dan keturunan arab campuran. Sekalipun Linca berbadan besar, tetapi dirinya paling penakut di antara kami, paling cengeng, paling jelek nilai materi pembelajarannya, paling lemah dalam olahraga dan paling sering sakit.
 
   Kelebihan Linca adalah kebaikan hatinya dalam berbagi, terutama makanan dan mainan. Ia juga selalu bersikap sopan, dan berbicara lemah lembut kepada siapapun. Hobi Linca kebanyakan adalah makan sambil nonton tv, atau nonton film. Ia hafal dengan tayangan acara di setiap saluran televisi.
 
        Otak Linca banyak berisikan data tentang film-film, baik film dalam negeri, maupun luar negeri, dan siapa-siapa pemainnya.
 
Ngobrolin soal film bersama Linca, tidak akan ada habisnya. Ia pernah bilang, suatu saat ia ingin menggeluti dunia perfilman sebagai sutradara. Impian Linca membuat film Indonesia yang bisa mendapatkan penghargaan level internasional.
 
⧫⧫⧫
 
    Menu favorit Linca adalah indomi rebus pakai telur, yang ditaburi bawang goreng. Dalam  satu hari Linca bisa menghabiskan paling banyak enam bungkus indomi. Kami berenam pernah lomba makan indomi paling banyak, yang disponsori oleh Linca sendiri.
 
    Pemenangnya akan mendapatkan satu kardus indomie rasa kaldu ayam, satu papan telur ayam, dan satu bungkus permen sugus.
 
   Aku dan Ponti tidak terbiasa makan banyak, Sekalipun ikut lomba makan, kami hanya  turut memeriahkan saja, dan menghabiskan satu mangkok indomi.
 
    Tomtom berhenti ditiga mangkok. Sigit sanggup makan empat mangkok, tetapi dieliminasi
karena memuntahkan semua indomie yang ia telan.
 
   Persaingan sengit terjadi antara Yoyok dan Linca. Adik-adik Yoyok yang kala itu juga ikut lomba makan menyemangati abangnya agar terus bertahan dan jangan sampai kalah. Bagaimanapun makanan gratis itu harus Yoyok dapatkan untuk seluruh anggota keluarganya.
 
 Linca tumbang di mangkok keenam. Betapa bahagianya adik-adik Yoyok mendapatkan sebungkus permen sugus beraneka rasa buah, dari kemenangan abang mereka. Walau Aku, Ponti, dan Tomtom menahan muntah melihat Yoyok berjuang keras menghabiskan mangkok ketujuh. Sungguh pemandangan yang luar biasa.
 
⧫⧫⧫
 
       “Bodas siang ini kita nonton bareng yuk.”
 
        “Ayok!, udah kasi tau yang lain?”
 
       “Kita berdua aja, soalnya aku cuma punya uang untuk dua tiket. Kita nonton di twenty one12.”
 
         “Bioskop?! Waaah…aku belum pernah nonton di bioskop.”
 
       “Oh ya? seru loh nonton di bioskop, layarnya lebih besar, jadi kita seperti terbawa langsung ke filmnya. Tapi jangan bilang sama yang lain ya, enggak enakkan aku enggak ajak mereka, habis mau gimana lagi.”
 
         “Siap! Kita mau nonton apa?” tanyaku antusias.
 
         “Godzilla.”
 
⧫⧫⧫
 
   Aku pulang sekolah dengan semangat. Sehabis makan siang, aku menggunakan baju kodokku yang paling bagus, karena akan pergi nonton ke bioskop. Ibu bilang harus segera pulang sehabis menonton, ketika aku meminta izin padanya untuk nonton bersama Linca.
 
      “Siapa yang temenin kalian nanti?” tanya ibuku
 
       “Belum tau juga, Bu. Mungkin Kak Citra atau Bang Dodit.”
 
        “Yasudah hati-hati aja, jangan nakal.”
 
⧫⧫⧫
 
        DOK!!! DOK!!! DOK!!! Tante Banun mengetuk pintu kamar Kak Citra beberapa kali untuk membangunkannya, tapi tidak ada respon. Pintu kamar Kak Citra akhirnya terbuka, setelah dua menit Tante Banun mengetuk pintu cukup keras. Kak Citra keluar dengan rambut acak-acakan seperti habis tidur seharian.
 
     “Citra. Tolong temenin adik kamu sama Bodas nonton ke bioskop, mama sama Dodit lagi sibuk nih.”
       “Males ah! Ma, suruh mereka naik oplet aja kenapa.”
 
       “Mereka itu masih anak-anak, Citra. Kalau nanti ada apa-apa di jalan bagaimana? Sana buruan siap-siap.”
 
        “Nda ah! Suruh siapa gitu temenin mereka.”
 
       Aku dan Linca berdiri di belakang Tante Banun. Kami tidak boleh pergi sebelum ada orang dewasa yang menemani kami. 
 
“Ampun deh, Citra. Kamu ini ya, udah hari ini bolos kuliah, tidur seharian, terus disuruh nemenin adikmu nonton aja gak mau, kamu mau buat mama marah?!” teriak Tante Banun, sambil mengetok kembali pintu kamar yang ditutup lagi sama Kak Citra.
 
    “Ampun Ma…berisik betul…ada apa sih?” tanya Om Didi, ayahnya Linca yang baru saja datang.
 
       “Ini anak-anak mau nonton ke bioskop, tapi Citra enggak mau nemenin mereka, Mama sama Dodit lagi sibuk banget, banyak orderan.”
 
       “Ya udah papa aja yang anter, dan nemeninmereka ya.” Om Didi melihat kami. “Loh, cuma kalian berdua? yang lainnya enggak ikut? Yoyok, Sigit, Ponti sama Tomtom?”
 
        “Uang kami enggak cukup, Pa. Cuma bisa nonton berdua.”
 
       “Ya udah, sana panggil temen-temen Linca dulu, nanti biar papa yang bayarin.”
 
       “Beneran nih, Pa?” tanya Linca dengan mata berbinar.
 
       “Iya,” jawab Om Didi mengangguk.
 
     “Makasi ya, Papa sayang.” Linca meloncat memeluk papanya. Sesuatu yang tidak pernah kulakukan. Antara senang dan…iri.
 
        “Ya udah sana, kalian panggil temen-temen kalian dulu, Papa tunggu di rumah.”
 
        “Siap, Pa. Yuk, Bodas.”
 
    Tidak sampai satu jam, aku dan Linca mengumpulkan Yoyok, Sigit, Tomtom dan Ponti. Wajah kami semua berseri karena akan nonton bersama di bioskop Twenty One. Kami pergi menaiki mobil Kijang Om Didi.
 
      Sepanjang jalan Linca menjelaskan panjang lebar film Godzilla. Film science fiction yang dibuat pertama kali di Jepang, oleh sutradara Tokusatsu Kaiju, pada tahun 1954, dirilis ulang pada tahun 1984, sampai dibuat serial.
 
    Saking bagus ceritanya, oleh Hollywood dibuat versi barat oleh sutradara Roland Emmerich. Dari pemaparan Linca aku yakin film ini sangat bagus dan terus dirilis ulang. Cuma aku dan Yoyok yang pertama kalinya masuk bioskop Twenty One
 
     Tiket, minuman soda dan popcorn dibelikan oleh Om Didi. “Tadi aku mau ajak adik-adikku, tapi enggak enakan sama Linca,” bisik Yoyok padaku lalu tertawa kecil.
 
      Gedung teater sudah terbuka. Kami masuk ke dalam dan duduk di sesuai seat tiket masing-masing. Kuperhatikan seluruh ruangan berwarna merah dan dilapisi oleh peredam suara. Layar masih tertutup tirai merah yang besar.
       “Karena nonton di bioskop inilah, yang membuatku ingin buat film juga,” ucap Linca yang duduk di sebelahku.
 
      Setelah tirai dibuka. Film diputar, aku terkesan dan sangat menikmatinya. Aku seperti masuk ke dunia lain. Beberapa adegan film Godzilla bahkan membuatku sempat menahan nafas karena deg-degan.
 
     Hewan ini terlalu besar untuk menjadi semacam dinosaurus yang hilang. Nah, apa yang kita ketahui? Ini pertama kali terlihat dari PerancisPolinesia Pacific, kan? Daerah yang telah terkena puluhan tes nuklir selama 30 tahun terakhir. Dialog Dr. Niko Tatopoulus yang diperankan oleh Matthew Broderick. Kepada kolonel Hicks dan Dr. Elsie Chapman.
 
       Film ini benar-benar membuatku terpukau, aku yakin suatu hari nanti Linca dan aku dapat membuat film, yang lebih keren dari ini.
 
⧫⧫⧫
 
Bodas Novel Bagian 10 : Cinta Dan Mimpi
 
=====================================================================
 
10. Penderita kehilangan kemampuannya dalam mengingat peristiwa yang terjadi setelah cedera.
11. Perasaan tidak percaya diri, sensitive terhadap hal-hal negatif, takut dinilai, dikritik dan dipermalukan.
12. Bioskop tahun 1990 an yang terletak di Jalan Pattimura. Saat ini sudah menjadi Supermarket Kaisar
 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *