Bodas Novel Bagian 3 : Impian Bodas

Bodas Novel Bagian 3 : Impian Bodas

Bodas Novel Bagian 3 : Impian Bodas

Tidak ada istilah kalah dalam hidup, karena saat
kita gagal itu, berarti akan ada keberhasilan yang
sedang menunggu.
 
      
    Para motivator mengatakan, kita harus punya target! Jangan tidur lebih dari enam jam. Belajarlah bahasa baru. Baca satu buku tiap minggu. Jangan berhenti, teruslah berlari. Jangan menyerah, dan banyak sebagainya. Tetapi sayangnya, kebanyakan motivator tidak membicarakan hal terpenting, dari melakukan target-target tersebut. Inti kenapa kita harus mencapai target?
 
    Motivator, inspirator, pendamping, penasehat, pembimbing terbaik, dalam hidupku adalah Kakek, biasa dipanggil Tok Gazali oleh warga sekitar. Usia Kakek 65 tahun. Pensiuan guru Sekolah Dasar Negeri. Kakek banyak membantu aku belajar. Hobi membaca buku kudapat darinya. Ia sering membacakan dongeng dan cerita-cerita rakyat sebelum aku tidur.
 
    Kisah Malin Kundang, Legenda Batu Menangis, Bawang Merah dan Bawang Putih,Keong Mas, Sangkuriang, dan banyak hikayat lain yang dibacakan Kakek, mengantar tidurku dengan bahagia.
 
     Tak luput dongeng dari mancanegara seperti Alice at a Wonderland, Pinokio, Hansel and Gretel, Jack dan Pohon Kacang, mengajakku ke dunia imajinasi. Di mana aku dapat berenang dalam jutaan Bintang, terbang bersama para peri, berkelana dengan unicorn, sampai melawan bajak laut dengan sapu ajaib. 
 
   Apabila saat libur panjang, Kakek banyak mengajariku cara bercocok tanam. Seperti menanam pohon jeruk nipis, cabe, kunyit, serai, lengkuas dan kencur. Semua tadi untuk bumbu dapur, sehingga tidak perlu membeli.
 
   Sama halnya dengan buah-buahan yang tidak perlu kami beli, apabila musimnya tiba. Saking banyaknya buah di pohon, rajin kupetik untuk dijual di kantin sekolah. Dari penghasilan jualan buah, aku mendapatkan cukup uang untuk membeli mainan atau alat-alat sekolah yang aku inginkan.
 
      Selain bercocok tanam, Kakek juga mengajariku cara memancing. Biasanya tiap minggu pagi aku diajaknya ke Sungai Jawi untuk memancing ikan betok, atau ke Pelabuhan TPI
untuk memancing aneka ikan sungai.
 
          Yoyok, Sigit, dan Tomtom sering ikut bersama untuk diajarkan cara memancing. Ponti tidak bisa ikut, karena ia bersama keluarganya beribadah ke gereja tiap minggu. Sedangkan Linca tidak ikut karena takut sama cacing, atau ulat yang menjadi umpan pancing.

   Tidak hanya umpan dan joran, tetapi memancing juga butuh kesabaran. Sambil memancing, Kakek menyampaikan filosofi memancing. Ternyata terdapat beberapa pelajaran hidup dari kegiatan memancing.

   Kakek berkata, untuk mendapatkan ikan yang besar, tentunya joran yang digunakan harus besar dan berkualitas. Sudah tentu barang yang berkualitas itu harganya mahal, meski tidak selamanya yang berkualitas itu diukur dari harganya.
 
         Jika ikan dianalogikan sebagai target atau cita-cita, maka kita harus mempunyai alat yang berkualitas untuk meraih cita-cita tersebut. Alat di sini bisa berupa benda, bahkan diri kita sendiri. Sedangkan umpan dianalogikan sebagai wawasan yang telah dipelajari.

     Ada kalanya kita sudah mempersiapkan umpan terbaik, alat pancingan yang berkualitas, namun apa daya ikan tidak kunjung menghampiri. Maka harus bersabar, karena proses akan membawa hasil yang tepat.

       “Jadilah pribadi yang berkualitas, jadikan alat dan umpan untuk meraih cita-citamu,” sebaris nasehat Kakek yang paling berkesan bagiku, setelah panjang lebar ia menjelaskan tentang filosofi memancing.
 
          Hasil ikan pancingan yang besar, biasa dibuat ibu sebagai lauk asam pedas favoritku. Sedangkan ikan kecil-kecil kumasukkan ke dalam kolam. Jika ikan pancinganku dan Kakek lebih dari lima kilo, biasanya kubagikan ke Yoyok, Sigit dan Tomtom.

 

⧫⧫⧫
 
        Kamar Kakek sederhana, ada tempat tidur dari kayu, dan kasur dari bahan kapuk, yang dibuat sendiri oleh Nenek. Kulihat Kakek keluar kamar dengan membawa album foto berwarna coklat muda, album kenangan yang terdapat foto-foto keluarga besar Kakek. Foto Kakek dan Nenek masih muda, foto pernikahan mereka, dan foto-foto bersama anak-anak mereka.
 
  Album itu sudah beberapa kali Kakek tunjukkan kepada diriku. Apabila Kakek membawanya keluar kamar, berarti sore ini akan ada kisah masa lalu yang ingin ia ceritakan.
 
        Kakek biasa memanggilku untuk ikut duduk di bangku hitam teras depan. Lalu ia mulai bercerita lewat foto-foto dari album coklat muda itu. Tiap tahun Kakek biasa mengajak Nenek dan anak-anaknya ke pasar untuk berfoto bersama. Anak pertama sampai anak keenam Kakek semuanya perempuan, ibuku adalah anak perempuan kelima.
 
       Kakek tidak lagi ke pasar untuk foto bersama setelah anak ketujuhnya meninggal. Anak laki-laki berusia tujuh tahun, tewas tertabrak mobil pengangkut barang.
 
       Anak laki-laki yang didamba-dambakan meninggal terlebih dahulu, sampai membuat jiwa Nenek sempat terguncang. Setelah tiga tahun dari peristiwa tersebut, lahirlah anak kedelapan, yaitu Om Akmal sebagai anak bungsu, yang paling disayang.
 
     Selain album coklat muda, Kakek juga  menyimpan sebuah album lainnya yang berwarna biru laut. Terdapat gambar bunga teratai di cover album. Album foto ini berisikan foto-foto tentang diriku. Foto sewaktu masih bayi, waktu acara gunting rambut, acara-acara ulang tahun, foto bersama Kakek dan Nenek, bersama ibu, foto hari pertama masuk sekolah, foto bermain bersama teman-teman, dan banyak lainnya. Semua terekam di album biru langit ini.

 

 

 

⧫⧫⧫

 

Bodas Novel Bagian 3 : Impian Bodas
Bodas Novel Bagian 3 : Impian Bodas


          
          “Kopinya, Kek.”

          “Sini duduk.”

           Bodas duduk di sebelah kursi Kakek.

           “Sudah mengerjakan PR?”

           “Pastinya, Kek.”

         “Bodas, membaca buku cerita atau komik memang menghibur. Tetapi jangan sekali-kali menggangu belajarmu, pelajarilah ilmu sejarah, karena banyak manfaatnya.”
 
Kakek pernah bilang bahwa dirinya adalah guru sejarah, itulah kenapa di rumah Kakek terdapat rak buku besar, yang banyak berisi buku-buku ilmu sejarah, dan berbagai ensiklopedia.

 

 

 

            “Sejarah apa, Kek?” tanyaku.

 

 

 

          “Sejarah apapun itu, ilmu sejarah sangat luas dan penting. Sejarah membantu kita bukti sebuah peradaban, meningkatkan kemampuan analisa, mengetahui mimpi-mimpi masa lalu yang belum terwujud, dan sejarah bisa membuat kita terinpirasi akan banyak hal”

 

 

 

            “Mimpi-mimpi masa lalu, Kek? Maksudnya?”

 

           “Kamu tahu, Pontianak dulunya merupakan Daerah Istimewa Kalimantan Barat, yang setara dengan Daerah Istimewa Yogyakarta?”

 

             “Enggak, Kek. Kenapa?”

 

    “Dulu, Pontianak dikenal dengan kota dagang dan kota pelabuhan. Jauh sebelum Indonesia merdeka, rancangan Kota Pontianak sudah ada, dan hampir mirip dengan Kota Beemster, yang ada di Negara Belanda. Sebuah kota yang dibangun di atas rawa, dengan menggunakan kincir angin raksasa, yang mengalirkan air danau ke laut lepas. Sehingga rawa tersebut, menjadi kering dan dapat dibangun bangunan.”

 

          “Beemster? Belanda, Kek? Jadi Pontianak ibangun oleh Belanda?”
 
          “Belanda atau VOC memang membelah dataran verkendeppal5, yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Tanjungpura dan Gajah Mada, atas persetujuan Habib Abdurrahman. Pembuatan banyak parit, bertujuan untuk mengeringkan tanah gambut, agar VOC dapat membangun kantor-kantor dagang. Namun VOC tetap harus membayar sewa atas bangunan yang berdiri, jadi ada semacam kontrak dagang. Kalau sekarang namanya pajak.”
 
     “Terus kenapa pembangunan itu berhenti? Kenapa Kota Pontianak tidak sebagus Negara Belanda?”
 
       “Agar generasi berikutnya yang melanjutkan pembangunan tersebut, makanya Bodas harus belajar sejarah, agar bisa mewujudkan rancangan, atau mimpi-mimpi masa lalu dan bisa membuatnya lebih bagus lagi.”
 
       Sebelum melanjutkan perbincangan kami, Kakek menyeruput kopinya perlahan. “Bodas tahu? kenapa Presiden Soekarno bisa melakukan revolusi?”

    “Karena Presiden Soekarno orangnya pemberani. Karena beliau banyak membaca buku, jadi beliau cerdas,” jawabku.
 
       “Betul. Satu hal lagi, Bodas. Presiden Soekarno orang yang suka sekali belajar sejarah. Beliau pernah berkata jangan sekali-kali melupakan sejarah, kecuali kamu tidak memiliki mimpi yang besar.”
 
        “Mimpi?” tanya Bodas heran.
 
         “Mimpi yang Kakek maksud adalah impian.”
 
          “Cita-cita ya, Kek?”
 
         Nampak Nenek memberikan sepiring pisang goreng jempot-jempot kesukaan Kakek, dan jempot-jempot cempeda kesukaanku, yang masih hangat baru habis digoreng. Nenek menyodorkan jempot-jempot kepada kami, lalu duduk bersama.
 
        “Makan dulu, Kek. Biar seru ngobrolnya.” Aku dan Kakek mengambil sepotong jempot-jempot, lalu mengigitnya perlahan sambil mendengar perkataan Kakek.
 
     “Cita-cita itu bagian dari impian. Sesuatu yang benar-benar kamu inginkan, kamu perjuangkan sampai terwujud.”
 
         “Seperti keinginan Bodas yang ingin keliling Indonesia dan dunia gitu ya, Kek?”
 
         “Bisa, impian itu bisa materi maupun non materi.”
 
          “Bodas ingin tidak ada pelajaran matematika.”
 
         “Kalau itu mustahil terwujud, dan impian tidak boleh merugikan orang lain. Matematika itu ilmu pasti, di manapun kita berada pasti ditemukan hal yang berkaitan dengan ilmu matematika.”
 
       “Kalau gitu…Bodas ingin ke Beemster biar bisa bagusin Kota Pontianak. Bodas juga ingin ajak Kakek dan Nenek jalan-jalan ke Jepang.”
 
          “Terus apalagi?” tanya Kakek sambil tersenyum.
 
     “Bodas ingin punya perpustakaan di rumah, biar lebih banyak buku yang mudah dipelajari.”
 
           “Iya boleh.”
 
         “Bodas juga mau buat film kek, film yang pakai teknologi komputer seperti film The Lost World Jurasic Park.”
 
           “Wah, hebat itu. Film apa tadi?”
 
          “Film Jurasic Park, Kek. Film tentang dunia dinosaurus, kemarin Bodas nonton ramai-ramai sama temen di rumah Linca, keren banget filmnya. Stegosaurus, Mamenchisaurus, Tyrannosaurus rex, semua seperti binatang beneran gitu, kayak nyata aja, canggih banget yang bisa buat,” Aku menjelaskan dengan antusias.
 
        “Film barat ya? Kakek kurang mengerti kalau film luar negeri. Tetapi yang jelas, Kakek sama Nenek akan mendukung dan mendoakan agar semua impianmu terwujud. Bodas jangan sampai mengecewakan impianmu sendiri.”
 
     “Iya, Kek. Bodas ingin Kakek dan Nenek panjang umur, biar Bodas bisa buktikan bahwa Bodas bisa mewujudkan impian Bodas.”
 
        Kakek dan Nenek tersenyum mendengar segala keinginanku. Bagiku mereka adalah malaikat pelindung, yang senantiasa mengajariku tentang kebaikan hidup, keberanian, dan kemandirian. Sungguh Kakek yang bersahaja dengan hati seluas samudera, penuh cinta kasih untuk keluarganya.

 


=====================================================================
Catatan kaki :
5. Daerah yang diperbolehkan Habib Abdurrahman untuk dihuni
Belanda.

BACA JUGA :
Prolog Bodas Novel
Bodas Novel Bagian 1 : Jalan Wan Sagaf
Bodas Novel Bagian 2 : Jangan Rusak Rantainya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *