Bodas Novel Bagian 6 : Musik Dalam Hati

Bodas Novel Bagian 6 : Musik Dalam Hati

Bodas Novel Bagian 6 : Musik Dalam Hati

 

 
I dream I was a King, I wake up still King.

 

(Eminem)
 

 

 
“CINAAA! CINAAA!! CINAAA!!!” 
Sekelompok anak menggangu anaknya Maknyah Pingping. Anak ceking tersebut diam saja, mungkin sudah biasa baginya diganggu seperti itu. Tetapi saat seseorang mendorongnya sampai terjatuh. Aku, Yoyok, dan Sigit mulai mendekati mereka.
 
“Kalau mau main keroyokan, liat ukuran badan dong!” raut wajah Sigit tampak serius memandangi mereka satu-persatu.
 
“Apa?! Kalian mau ikut campur? Ngajak berantem HAH?!” anak bertubuh paling gendut berbicara lantang. Salah seorang temannya Si Gentong berbisik.
 
“Itu Sigit. Jagoan di SD Khatulistiwa, dan sebelahnya lagi Yoyok, adiknya Bang Andi. Kalau ada apa-apa dengan adiknya, bakal dicari Bang Andi kita.”
 
Si Gentong hitam itu wajahnya mendadak pucat, lalu memberi aba-aba ke teman-temannya untuk mundur. Setahuku dalam urusan berkelahi memang belum ada yang mengalahkan Sigit selain Bang Andi. Wajar saja, Sigit kelas tiga SD, Bang Andi kelas satu SMA.
 
“Ada yang terluka?” tanya Bodas ke anak Cina ceking tersebut.
 
“Hatiku yang terluka…” jawabnya dengan nada mendayu-dayu.
 
Kriiik…Kriik…Kriiik……senyap sesaat.
 
“Pulang yuk, jangan diladen,” ajak Yoyok kepada kami.
 
“Tunggu!!! Kamu anaknya Bu Susan kan?” tanya anak Cina itu.
 
“Iya, memangnya kenapa?” jawab Yoyok.
 
“Rumah kita kan searah. Aku bareng kalian ya. Namaku Tan Jun Hok, panggil saja aku Tomi, panggil pakai nama kesayangan juga boleh. Tomtom.”
 
Yoyok, Sigit, termasuk aku merasa geli mendengar apa yang baru saja diucapkan anak Cina itu. Kesayangan? Tomtom?
 
⧫⧫⧫
 
    Semenjak diselamatkan dari Si Gentong. Tomtom jadi selalu mengikuti kami, katanya kalau bersama kami, dia tidak pernah lagi diganggu komplotan anak-anak nakal. Lagipula dia ingin bermain sama-sama anak Jalan Wansagaf, di mana rumahnya berada.
 
   Tan Jun Hok, atau yang akhirnya kami panggil Tomtom, adalah anak pemilik warung kelontong di Jalan Wansagaf, Maknyah Pingping dan Ace Handoko. Anak bungsu dari enam bersaudara.
 
  Tubuh Tomtom kurus pendek, dilihat sekilas Tomtom sedikit mirip dengan Macaulay Culkin, pemain film komedi Home Alone yang sering diputar ulang saat Natal. Sifat Tomtom sebenarnya menyenangkan, tetapi apabila tingkah dramanya muncul, lebih sering menjadi menyebalkan. 
 
   Saat kami kelas empat SD Neneknya Tomtom meninggal. Jenazah tidak langsung dikubur, karena mencari hari baik untuk pemakaman. Selama tiga hari peti mati masih berada di rumah. 
 
  Sepasang lampion putih menyala di depan rumah Tomtom, menandakan bahwa jenazah masih di dalam rumah. Para tetangga melayat ke rumah Maknyah Pingping. Tomtom dan seluruh keluarganya menggunakan baju putih, yang disematkan kain hitam di lengan mereka.

   Secara tradisi etnis Tionghoa keluarga Tomtom, apabila ada keluarganya yang meninggal, tidak diperbolehkan menatap jenazah sewaktu peti mau ditutup. Nisan sebelum seratus hari harus sudah jadi. Anak almarhum tidak boleh potong kuku dan rambut sebelum seratus hari. 

     Tidak hanya itu, tradisi Tionghoa di keluarga Tomtom, ada doa tujuh hari, doa empat belas hari, doa seratus hari, dan doa tiga tahun bagi almarhum. Sembahyang kubur baru diperbolehkan setelah tiga tahun meninggalnya almarhum.

      Keluarga selama tiga tahun tidak boleh buat bak cang9, tidak boleh buat thang yuen, dan tidak boleh ada pesta apapun, termasuk Imlek.

   Tomtom menangis paling keras di pemakaman Neneknya. Ketika peti mati ditutup. Tomtom memeluk peti mati tersebut. Ia yakin Neneknya akan melakukan hal yang sama, apabila dirinya meninggal terlebih dahulu.

  Maknyah Pingping memberikan kode kepada salah satu anaknya, untuk menghentikan tingkah Tomtom.

      “MENGAAPAAAA???????” teriak Tomtom sambil meratap keatas.

     “Karena Nenek sudah berusia sembilan puluh sembilan tahun,” jawab Joshua, abangnya
Tomtom, sambil menjauhkan Tomtom dari peti mati.

   Tomtom memandang abangnya dengan kesal karena mendapatkan jawaban secara harfiah.

      “Apa? Aku salah?” tanya Joshua.

     Kami yang hadir melayat bingung, antara harus ikut sedih atau tertawa melihat drama yang diberikan Tomtom barusan. Tetapi aku, Sigit, Ponti, Yoyok dan Linca sekuat tenaga untuk tidak tertawa di acara pemakaman Nenek Tomtom.
 
⧫⧫⧫

    Tomtom memang tidak terlalu pintar dalam mata pelajaran sekolah. Satu hal yang paling ia kuasai adalah menari. Aku dan kawan-kawan pernah melihat Tomtom sedang berloncat-loncat, berputar, sampai menggelepar-gelepar di tanah. Aku pikir dia sakit ayan.
 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *