Bodas Novel Bagian 7 : Rumah Kosong dan Sumur Tua

Bodas Novel Bagian 7 : Rumah Kosong dan Sumur Tua

Bodas Novel Bagian 7 : Rumah Kosong dan Sumur Tua

      “Masuk yuk,” ajak Yoyok.

       Rasa penasaran yang kuat membuat Aku, Tomtom, Ponti, Sigit, mengangguk, dan kami masuk ke dalam. Linca sempat menahan tanganku dan menggelengkan kepala. Di jidatnya kami membaca ,”Jangan masuk, pulang saja.”

   “Udah tidak apa-apa,” kataku pada Linca menenangkannya, padahal perasaanku sendiri sangat tidak nyaman untuk kembali ke rumah kosong ini.

Kami masuk bergerombol ke rumah kosong, yang dicap angker oleh warga sekitar sini. Lantai dan dinding-dinding kayu rumah ini sudah reyot dimakan rayap. Semua kaca-kaca jendelanya kusam, menghalangi cahaya matahari menembus dengan sempurna.

     Untungnya kami masuk di siang hari, apabila kami masuk saat malam hari, sudah pasti rumah ini sangat gelap. Kaleng, botol-botol bekas minuman dan bungkus-bungkus rokok berserakan di lantai.

    “Berhenti!” Yoyok memberi komando dari barisan paling depan sambil mengangkat tangan kirinya sebagai kode untuk tidak melangkah lagi.

      “Lihat,“ tunjuk Yoyok ke lantai di depannya.

       “Apa?“ tanya Sigit heran melihat lantai yang ditunjuk.

       “Ya lihat lantainya,“ tegas Yoyok.

     “Jejak kaki, Git ada jejak kaki di depan itu.“ Debu di lantai sangat tebal sehingga  akan meninggalkan bekas apabila ada yang masuk dan menyentuh perabotan usang yang ditinggalkan penghuni rumah sebelumnya.
  
      “Berarti ada orang yang tinggal di sini?“ bisik Ponti, Linca makin merangkul lenganku erat.

    “DOORRR!!!” teriak Tomtom dari barisan paling belakang, untuk mengejutkan kami. Cina ceking satu ini ingin kujitak kepalanya, karena membuat Linca dan Ponti sontak memelukku erat.

   BRUKK!!! Terdengar bunyi sesuatu jatuh dari lantai dua membuat kami semua menengadahkan kepala ke atas. 

      Srreek…..Sreekk…..Srekk… terdengar suara gesekan di lantai dua. BRUKK!!! Ketakutan telah menguasai kami. Kami langsung lari keluar rumah kosong ke rumah Linca yang berada di sebelah.Ternyata Ponti tertinggal, dan malah membeku dengan mata melotot ketakutan ke atas tangga, yang menuju lantai dua. Celananya basah karena mengompol di tempat ia mematung.

    Aku bersama Yoyok terpaksa berlari kembali menarik Ponti agar segera keluar rumah kosong. Sekilas aku melihat ke atas tangga, ada seorang wanita berambut panjang tanpa busana, berusaha turun tangga dengan merayap perlahan. Wajahnya berdarah, matanya melotot melihat kami, mulutnya ternganga seperti ingin menyampaikan sesuatu. Aku mengoncang badan Ponti agar cepat bergerak dan berlari keluar rumah.
 
   “ADA SETANNN!!!…ADA SETAN DI SEBELAH!!!” teriak Tomtom pada orang –orang di garasi rumah Linca, yang sedang sibuk mengangkat lauk-pauk ke mobil untuk didistribusikan ke berbagai tempat pelanggan katering ibunya.

     Nafas kami ngos–ngosan setelah berlari layaknya kilat. Asma Linca kumat dan segera ditolong oleh salah seorang karyawan katering ibunya.

  “Kalian habis dari rumah sebelah?” tanya Tante Banun, ibunya Linca setelah membantu menenangkan dan membawa anak bungsunya ke kamar.

       “Iya, Nte…” jawabku pelan dengan perasaan bersalah.

     “Rumah sebelah itu banyak setan, dan jadi tempat kumpulan orang enggak bener, jangan lagi main ke situ ya,” tegur Tante Banun agak kesal kepada kami semua. Ponti masih menangis terisak-isak akibat kejadian menyeramkan barusan.
 
     Dua karyawan Tante Banun datang berlari ke kami, dan langsung menceritakan kejadian yang baru saja mereka lihat di dalam rumah kosong, mereka terpaksa masuk ke rumah kosong untuk mencari inhealer Linca yang terjatuh di sana, mereka juga melihat wanita berambut panjang terkapar di tangga yang menuju lantai dua. 

    Tante Banun segera menghubungi polisi untuk melaporkan korban kriminalitas. Yoyok, Sigit, Tomtom, dan Ponti pulang dijemput keluarganya masing-masing, setelah dihubungi oleh Tante Banun, sedangkan aku cukup menyebrang jalan untuk sampai ke rumah.

   Tidak lama kemudian mobil polisi datang, disusul dengan ambulan. Aku melihat dari depan rumah Kakek sambil memanjat balkon. Nenek yang sedang duduk di kursi kayu beranda depan memintaku untuk segera turun.

    Kerumunan warga sudah ramai di depan rumah kosong. Beberapa polisi dan petugas medis keluar dari rumah tersebut sambil membopong tandu, di atasnya terbaring sosok perempuan berambut panjang dan kusut. 

   Aku melihat sosok tersebut menggunakan masker oksigen di hidung dan mulutnya, matanya terbuka dan tertutup perlahan, kulitnya begitu putih pucat seperti hantu sekalipun aku belum pernah melihat hantu, aku hanya dapat melihat perempuan itu sampai masuk ke dalam ambulan.

     “Cewek diperkosa Boy,” ucap Om Akmal, kepada salah satu temannya yang baru datang di halaman depan rumah Kakek.
 
     “Siapa?“ tanya temannya.

      “Tauk siapa, kayaknya itu cewek diculik, terus diperkosa disitu, habis itu dibiarin di sana. Karyawan Tante Banun tadi yang nemuin,“ papar Om Akmal ke temannya.

      “Ngapain karyawan Tante Banun ke rumah tersebut?“

       “Kurang tau,” jawab Om Akmal singkat.

       Sebenarnya aku mau protes karena yang menginformasikan terlebih dahulu adalah aku dan teman–teman yang iseng masuk ke rumah tersebut. Tetapi berhubung dari pada protesku malah membuat aku ketahuan main ke rumah kosong itu dan berakhir dengan omelan orang rumah, jadi aku diam sajalah.
 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *